Oleh: Zainal Arifin Ahmad
(Ketua Jurusan PBA Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga)
1. Pendahuluan
Salah
satu masalah atau persoalan diantar berbagai masalah yang diasumsikan paling
menggelisahkan mahasiswa adalah bagaimana jaminan kerja masa depan
setelah lulus kuliah (link and macth). Jika persoalan ini tidak terpecahkan,
maka dampak buruk bukan hanya akan menimpa mahasiswa yang bersangkutan,
tetapi juga lembaga pendidikan yang menghasilkan output tersebut atau univesitasnya.
Artinya, jika lembaga pendidikan tidak mampu memberikan jaminan kerja
bagi lulusannya, cepat atau lambat, lembaga pendidikan itu akan
ditinggalkan masyarakat dan akhirnya gulung tikar, karna tidak adanya jaminan kerja.
Fakta
menunjukkan bahwa sekolah-sekolah atau perguruan tinggi yang mampu
menghasilkan output yang mudah terserap oleh lapangan kerja akan
diminati oleh masyarakat banyak. Contoh paling mudah adalah fakultas-fakultas
kedokteran di berbagai perguruan tinggi. Meski biaya SPP sangat tinggi
tetapi fakultas kedokteran menjadi rebutan calon mahasiswa. Bahkan di
salah satu perguruan tinggi (univesitas) swasta di Yogyakarta para calon mahasiswa
fakultas kedokteran rela mengeluarkan koceknya sebesar 200 juta rupiah
hanya untuk biaya sumbangan (uang Gedung). Mengapa? Karena lulusan fakultas kedokteran
lebih menjanjikan masa depan yang lebih baik. Berbeda dari
sekolah-sekolah atau fakultas-fakultas di perguruan tinggi yang kurang
memberikan jaminan kerja. Meski biaya SPP murah, tetapi animo masyarakat
tetap rendah. Kasus fakultas-fakultas di lingkungan UIN Sunan Kalijaga
dapat dijadikan ilustrasi. Jumlah calon mahasiswa pendaftar di fakultas
Ushuluddin dan Dakwah lebih sedikit dibandingkan dengan fakultas
Tarbiyah, Syariah, Sains dan Teknologi. Mengapa? Lagi-lagi terkait
dengan prospek kerja masa depan. Paling tidak, menurut persepsi calon
mahasiswa., karna mereka kuliah tujuanya adalah memastikan kerjaan dimasa depan mereka.
Memang,
secara normatif ideal, belajar di suatu lembaga pendidikan adalah
bertujuan meningkatkan kualitas diri (self-improvement), dan bukan
sekadar mencari kerja. Namun, jaminan mendapatkan pekerjaan sebagai
penopang hidup masa depan pasca studi merupakan tuntutan dan kebutuhan yang
tak terelakkan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana prospek
peluang kerja bagi lulusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA)? Tulisan ini
mencoba memberikan gambaran peluang-peluang kerja yang mungkin dapat
diakses oleh para mahasiswa dan alumni Jurusan PBA.
2. Tujuan Jurusan PBA
Sebelum
membahas peluang-peluang kerja bagi lulusan Jurusan PBA, perlu dipahami
lebih dahulu bagaimana profil output yang didesain oleh Jurusan.
Berdasarkan dokumen profil Jurusan PBA tahun 2007, disebutkan bahwa
tujuan yang ingin dicapai oleh Jurusan PBA adalah:
- Menghasilkan calon guru bahasa Arab dan tenaga kependidikan yang profesional dan memiliki keunggulan kompetitif.
- Menghasilkan sarjana di bidang bahasa Arab yang bisa memenuhi kualifikasi profesional sebagai peneliti di bidang bahasa Arab dan pendidikan Islam.
- Mencetak sarjana pendidikan Islam yang memiliki kualitas akademik tinggi sehingga bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan di atasnya.
- Membekali mahasiswa dengan kemampuan berbahasa Arab yang memungkinkan mereka berpeluang untuk bekerja sebagai pegawai di kantor KBRI, penerjemah, guide dan lain-lain.
Dari
rumusan tujuan Jurusan PBA di atas dapat disimpulkan bahwa profil
lulusan Jurusan PBA yang ingin dicapai adalah lulusan yang mampu menjadi
guru bahasa Arab di berbagai lembaga pendidikan, terutama di sekolah,
madrasah, dan pesantren; Memiliki kompetensi komunikasi dalam bahasa
Arab -- baik reseptif maupun ekspresif sehingga dapat menjadi bekal
kerja di berbagai lapangan pekerjaan yang relevan; Memiliki daya nalar
tinggi sebagai sarjana; Dan memiliki kemampuan menjadi peneliti di
bidang pendidikan Bahasa Arab dan pendidikan Islam. Jika kompetensi
lulusan tersebut dapat dicapai secara optimal, maka sesungguhnya peluang
kerja bagi para lulusan Jurusan PBA dapat dikatakan cukup luas.
3. Peluang-peluang Kerja Lulusan Jurusan PBA
Pada
bagian awal tulisan ini tertulis ungkapan yang berbunyi: ”Pekerjaan itu
banyak, tetapi sering kali hanya sedikit yang mampu mengerjakan”.
Ungkapan itu relevan dengan prinsip ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa
di mana ada masalah atau problem di masyarakat, di situ terdapat peluang
ekonomi bagi mereka yang bisa memberikan solusi. Adanya orang sakit
memberi peluang ekonomi bagi para dokter dan rumah sakit.
Keluhan
tentang sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan bagi para lulusan
perguruan tinggi sebenarnya tidak semata-mata karena lapangan pekerjaan
itu terbatas. Namun sesungguhnya, problem utamanya adalah lebih pada
kurangnya kemampuan atau kompetensi yang dimiliki calon pencari kerja
untuk mengisi lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, yang perlu lebih
mendapatkan perhatian adalah bagaimana institusi dan masing-masing
pribadi membekali diri dengan keterampilan-keterampilan handal yang
dapat dipergunakan untuk memecahkan berbagai persoalan yang muncul di
masyarakat. Gde Prama, seorang penulis buku yang sangat produktif
menegaskan: ”Yang akan menyelamatkanmu bukanlah pendidikan, tetapi
keterampilan”. Oleh karena itu, apabila lulusan Jurusan PBA benar-benar
telah memiliki keterampilan memadai sesuai dengan kompetensi yang
dibutuhkan, maka peluang kerja bagi mereka akan terbuka luas.
Adapun beberapa peluang kerja yang dipandang relevan dengan lulusan Jurusan PBA antara lain sebagai berikut.
Pertama,
menjadi Guru Bahasa Arab di Sekolah, Madrasah, dan Pesantren. Menjadi
guru bahasa Arab bagi lulusan Jurusan PBA merupakan profesi yang paling
relevan mengingat tujuan utama Jurusan PBA adalah menghasilkan guru-guru
bahasa Arab. Peluang kerja pada sektor ini dapat dikatakan cukup luas
mengingat jumlah madrasah, pesantren, dan sekolah di Indonesia cukup
besar. Berdasarkan data yang ada, jumlah madrasah di Indonesia secara
keseluruhan, dari Ibtidaiyah sampai Aliyah mencapai 41.500. Semua
madrasah dapat dipastikan membutuhkan tenaga pendidik bahasa Arab.
Sedangkan jumlah sekolah dari tingkat SD s.d. SMA mencapai 178.000.
Meskipun tidak semua sekolah memiliki program pengajaran bahasa Arab,
tetapi tidak sedikit sekolah-sekolah yang memberikan pelajaran bahasa
Arab, khususnya sekolah-sekolah yang dikelola oleh yayasan Islam seperti
Muhammadiyah dan NU. Sementara itu pesantren yang jumlahnya juga ribuan
dapat dipastikan juga membutuhkan tenaga-tenaga pengajar bahasa Arab.
Sayangnya,
sampai sejauh ini penulis belum mendapatkan data tentang kebutuhan guru
bahasa Arab di madrasah, sekolah, dan pesantren secara nasional.
Menurut penulis, informasi tentang kebutuhan guru bahasa Arab di
Indonesia bagi sekolah, madrasah, dan pesantren secara periodik sangat
diperlukan. Dalam konteks ini, Jurusan PBA Fak. Tarbiyah Yogyakarta
secara periodik perlu mencari data mengenai hal tersebut, sehingga dapat
memberi informasi yang akurat kepada para alumni.
Kedua,
menjadi penulis buku-buku teks bahasa Arab dan buku-buku keagamaan yang
memuat teks-teks Arab. Tak dapat disangkal bahwa bisnis buku teks
merupakan salah bisnis yang cukup menjanjikan. Pengalaman sejumlah dosen
Tarbiyah dan guru-guru agama dan bahasa Arab di sekolah dan madrasah
bekerjasama dengan sebuah penerbit menunjukkan bahwa profesi penulis
buku teks pelajaran cukup menggembirakan. Royalti yang didapat para
penulis dari penerbit ternyata cukup memberikan penghasilan yang
menggairahkan.
Selain
buku teks, buku-buku keagamaan yang ringan-ringan yang dibutuhkan oleh
masyarakat dapat juga menjadi lahan bagi alumni Jurusan PBA. Pengalaman
seorang alumni Jurusan PBA yang menulis buku ”Kumpulan Hadis-hadis Sahih
riwayat Buchari dan Muslim” ternyata buku tersebut juga laris manis,
dan yang bersangkutan mendapat royalti yang cukup signifikan dari
penerbit.
Ketiga,
menjadi penerjemah buku-buku berbahasa Arab. Jumlah penerbit di
Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Para penerbit senantiasa
berlomba untuk mendapat naskah-naskah terjemah dari buku asing. Jika
satu halaman folio hasil terjemahan dihargai 10.000 rupiah, maka 100
halaman sudah dapat menghasilkan uang 1.000.000. Jika hasil terjemah
buku diterbitkan dan penulisnya mendapat royalti dari penerbit, dan
ternyata bukunya diterbitkan secara berulang-ulang, maka penghasilannya
dapat diterima secara rutin setiap bukunya diterbitkan ulang.
Keempat, menjadi guide (pemandu wiasata) wisatawan asing dari Timur Tengah. Pada era globalisasi ini dunia pariwisata makin berkembang. Para wisatawan datang dari berbagai negara, termasuk dari negara-negara Timur Tengah. Meskipun wisatawan manca negara dari Timur Tengah yang masuk Indonesia relatif masih kecil dibandingkan dengan wisatawan dari negara-negara lainnya, terutama Barat dan Asia, tetapi mereka tetap ada. Dinas pariwisata di berbagai kota di Indonesia sering kali membutuhkan para pemandu wisata yang mampu berbahasa Arab. Dan ternyata sektor ini dapat dikatakan masih langka. Pada tahun 1992 penulis pernah berkunjung ke Dinas Pariwisata DIY dan mendapat informasi bahwa pada tahun tersebut Dinas Pariwisata membutuhkan 4 (empat) orang pemandu wisata yang mampu berbahasa Arab yang akan diangkat sebagai pegawai tetap.
Keempat, menjadi guide (pemandu wiasata) wisatawan asing dari Timur Tengah. Pada era globalisasi ini dunia pariwisata makin berkembang. Para wisatawan datang dari berbagai negara, termasuk dari negara-negara Timur Tengah. Meskipun wisatawan manca negara dari Timur Tengah yang masuk Indonesia relatif masih kecil dibandingkan dengan wisatawan dari negara-negara lainnya, terutama Barat dan Asia, tetapi mereka tetap ada. Dinas pariwisata di berbagai kota di Indonesia sering kali membutuhkan para pemandu wisata yang mampu berbahasa Arab. Dan ternyata sektor ini dapat dikatakan masih langka. Pada tahun 1992 penulis pernah berkunjung ke Dinas Pariwisata DIY dan mendapat informasi bahwa pada tahun tersebut Dinas Pariwisata membutuhkan 4 (empat) orang pemandu wisata yang mampu berbahasa Arab yang akan diangkat sebagai pegawai tetap.
Di
samping menjadi pemandu wisata touris Arab dengan status pegawai tetap
seperti kasus di Dinas Pariwisata DIY, peluang yang relatif mirip dengan
itu adalah menjadi pemandu bagi para tamu-tamu international conference
yang sering diselenggarakan di Indonesia. Biasanya, panitia
international conference juga membutuhkan tenaga-tenaga pemandu yang
mampu berbahasa Arab, mengingat di antara pesertanya adalah
delegasi-delegasi dari Timur Tengah.
Kelima,
menjadi pegawai tetap (PNS) di Kedutaan-kedutaan Besar Republik
Indonesia (KBRI) untuk negara-negara Timur Tengah. Tahun 2000 penulis
pernah mendapat edaran yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri
Indonesia melalui email yang dikirim Atase Bidang Pendidikan KBRI
Damascus Syiria ke alamat e-mail penulis, bahwa Deplu (Departemen Luar
Negeri) membutuhkan 200 orang tenaga sarjana S-1 yang mampu berbahasa
Arab yang akan ditempatkan di KBRI di negara-negara Timur Tengah.
Sayangnya, setelah edaran itu penulis sebarkan di kalangan mahasiswa
Fakultas Tarbiyah, tidak ada satu mahasiswa atau alumni yang
memanfaatkan kesempatan tersebut.
Berdasarkan
pengalaman penulis berkunjung ke Damaskus Syria tahun 1987 di mana
penulis berkesempatan mampir di kantor KBRI, penulis menemukan kenyataan
bahwa hampir semua pejabat dan pegawai tetap KBRI, baik Duta Besarnya
maupun para Atase tidak dapat berbahasa Arab. Sebab mereka rata-rata
bukan berlatar belakang pendidikan bahasa Arab. Padahal setiap hari
mereka harus mampu menyerap informasi dari berbagai media cetak maupun
elektronik lokal yang berbahasa Arab untuk kepentingan diplomatik.
Walhasil, para mahasiswa Indonesia yang sedang melakukan studi di Timur
Tengah sering diminta untuk bekerja secara part time di KBRI untuk
menterjemahkan berita-berita yang muncul dalam berbagai media tersebut.
Oleh karena itu, sangat masuk akal apabila Departemen Luar Negeri juga
merekrut para sarjana Indonesia yang mampu berbahasa Arab untuk diangkat
sebagai pegawai tetap Deplu. Dalam konteks ini, alumni Jurusan PBA
jelas memiliki peluang yang cukup besar.
Keenam,
mendirikan lembaga kursus bahasa Arab atau menjadi tutor atau
instruktur Bahasa Arab dalam berbagai kursus. Peluang kerja yang cukup
menjanjikan jika ditangani secara profesional adalah mendirikan lembaga
kursus bahasa Arab atau menjadi tutor bahasa Arab. Peluang itu terkait
dengan makin banyaknya calon tenaga kerja yang akan bekerja di Timur
Tengah pada era global ini, terutama tenaga kerja profesional. Tahun
1991 ada seorang dokter yang mengambil kursus bahasa Arab dengan penulis
selama satu bulan, karena ia akan bertugas di rumah sakit di Saudi
Arabia selama beberapa tahun. Pengalaman itu memberi inspirasi bahwa
sesungguhnya kursus bahasa Arab bagi para profesional yang akan bekerja
di negara-negara Timur Tengah merupakan peluang yang baik pula.
Ketujuh,
menjadi pengelola web-master pengajaran bahasa Arab on-line (Arabic
On-line). Tak dapat disangkal bahwa saat ini mulai muncul
sekolah-sekolah favorit yang menggunakan e-learning dalam program
pengajarannya. Salah satu program e-learning itu adalah mengakses
internet dalam program Arabic On-line. Sampai sejauh ini, tampaknya
belum cukup banyak orang yang mampu menjadi web-master untuk program
pengajaran bahasa Arab On-line. Hal itu jelas menjadi peluang besar bagi
para lulusan Jurusan PBA.
3. Penutup
Dari
uraian di atas tampak jelas bahwa sesungguhnya peluang kerja bagi para
lulusan Jurusan PBA cukup besar. Persoalannya, seberapa jauh kesiapan
para alumni Jurusan PBA untuk dapat mengisi peluang-peluang tersebut
dengan didukung kompetensi yang memadai. Dan yang lebih penting lagi
adalah perlunya peningkatan kemampuan Jurusan PBA Fakultas Tarbiyah UIN
untuk memfasilitasi para mahasiswa agar dapat melakukan self-improvement
secara kontinyu sehingga benar-benar menjadi alumni yang kapabel dalam
bidang pendidikan Bahasa Arab dan komunikasi dalam Bahasa Arab.
Sukron Kasir...
Sukron Kasir...
Sangat membantu sekali , jikalau ada peluang kerja dikedutaan kita dan bagian bahasa arab. mohon informasinya. �� terimakasih Cs. 082386470970 Wa
BalasHapusNomor diatas sudah dipegang oleh orang lain. Tks
HapusPosting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar..