Metode dan Strategi
Pembelajaran Bahasa Arab
Ibnu khaldun berkata, “Sesungguhnya Pembelajaran
itu merupakan profesi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan
kecermatan karena ia sama halnya dengan pelatihan kecakapan yang memerlukan
kiat, strategi dan ketelatenan, sehingga menjadi cakap dan professional.”
Penerapan metode Pembelajaran tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien
sebagai media pengantar materi Pembelajaran bila penerapannya tanpa didasari
dengan pengetahuan yang memadai tentang metode itu. Sehingga metode bisa saja
akan menjadi penghambat jalannya proses Pembelajaran, bukan komponen yang
menunjang pencapaian tujuan, jika tidak tepat aplikasinya. Oleh karena itu, penting
sekali untuk memahami dengan baik dan benar tentang karakteristik suatu metode.
Secara sederhana, metode Pembelajaran bahasa Arab dapat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu: pertama, metode tradisional/klasikal dan kedua, metode modern.
Metode
Pembelajaran bahasa Arab tradisional adalah metode Pembelajaran bahasa Arab
yang terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab
berarti belajar secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik
aspek gramatika/sintaksis (Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid as-sharf)
ataupun sastra (adab). Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk
tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan tarjamah. Metode tersebut mampu
bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang pesantren-pesantren di
Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih menerapkan metode tersebut. Hal
ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama, tujuan Pembelajaran
bahasa arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf.
Kedua kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk
memahami teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat, dan tanda
baca lainnya. Ketiga, bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun, sehingga
kemampuan di bidang itu memberikan “rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di
kalangan mereka”.
Metode Pembelajaran bahasa Arab modern adalah metode Pembelajaran yang
berorientasi pada tujuan bahasa sebagai alat. Artinya, bahasa Arab dipandang
sebagai alat komunikasi dalam kehidupan modern, sehingga inti belajar bahasa
Arab adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa tersebut secara aktif dan mampu
memahami ucapan/ungkapan dalam bahasa Arab. Metode yang lazim digunakan dalam
Pembelajarannya adalah metode langsung (tariiqah al - mubasysyarah). Munculnya
metode ini didasari pada asumsi bahwa bahasa adalah sesuatu yang hidup, oleh
karena itu harus dikomunikasikan dan dilatih terus sebagaimana anak kecil
belajar bahasa.
a. Metode Qawaid
dan Terjemah
Para pakar dan praktisi pembelajaran bahasa
asing sering juga menyebut metode ini dengan metode tradisional. Penyebutan
tersebut berkaitan dengan sebuah cerminan terhadap cara-cara dalam jaman Yunani
Kuno dan Latin dalam mengajarkan bahasa. Asumsi dasar metode ini adalah adanya
‘logika semesta’ (universal logic)
yang merupakan dasar semua bahasa di dunia, sedangkan tata bahasa adalah cabang
logika.
Metode ini ditujukan kepada peserta didik agar,
(1) lebih mempu membaca naskah berbahasa Arab atau karya sastra Arab, dan
(2) memiliki nilai displin dan
perkembangan intelektual. Pembelajaran dalam metode ini didominasi dengan
kegiatan membaca dan menulis. Adapun kosakata yang dipelajari adalah kosakata
dari tes bacaan, di mana kalimat diasumsikan sebagai unit yang terkecil dalam
bahasa, ketepatan terjemahan diutamakan, dan bahasa Ibu digunakan dalam prose
pembelajaran.
b. Metode Langsung (Mubâsyarah)
Karena adanya ketidak
puasan dengan metode qawa’id dan tarjamah, maka terjadi suatu gerakan
penolakan terhadap metode tersebut menjelang pertengahan abad ke 19. Banyak
orang Eropa yang merasa bahwa buku-buku pembelajaran bahasa asing yang beredar
tidaklah praktis, karena tidak mengajarkan bagaimana berbahasa namun lebih
memperhatikan pembicaraan tentang bahasa. Karena itu, banyak kemudian bergulir
ide-ide untuk meperbaharui metode tersebut.
Berdasarkan asumsi yang
ada dalam proses berbahasa antara Ibu dan anak, maka F.Gouin (1980-1992)
mengembangkan suatu metode yang diberi nama dengan metode langsung (thariqah mubasyarah), sebuah metode yang
sebenarnya juga pernah digunakan dalam dunia pembelajaran bahasa asing sejak
jaman Romawi (± abad XV). Metode ini
memiliki tujuan yang terfokus pada peserta didik agar dapat memiliki kompetensi
berbicara yang baik. Karena itu, kegiatan belajar mengajar bahasa Arab
dilaksanakan dalam bahasa Arab langsung baik melalui peragaan dan gerakan.
Penerjemahan secara langsung dengan bahasa peserta didik dihindari.
c. Metode Silent Way
(Guru Diam)
Metode ini digulirkan
oleh C. Gatteno (1972). Kendati ia mengembangkan teori dan metode pembelajaran
yang terpisah dengan teori Chomsky, namun didalamnya banyak persamaan. Ide
dasarnya adalah bahwa belajar sangat bergantung pada diri (self) seseorang. Diri tersebut
mulai berfungsi pada waktu manusia diciptakan dalam kandungan, dimana sumber
awal tenaganya dalah DNA (deoxyribonu
acid). Diri menerima masukan-masukan dari luar dan mengolahnya sehingga
menjadi bagian dari diri itu sendiri.
Dalam penggunaan metode silent way, guru lebih banyak diam, ia menggunakan gerakan, gambar dan
rancangan untuk memancing dan membentuk reaksi. Guru menciptakan situasi dan
lingungan yang mendorong peserta didik “mencoba-coba” dan menfasilitasi
pembelajaran. Seolah hanya sebagai pengamat, guru memberikan model yang sangat
minimal dan membiarkan peserta didik berkembang bebas, mandiri dan bertanggung
jawab. Adapun penjelasan, koreksi dan pemberian model sangat minim, lalu
peserta didik membuat generalisasi, simpulan dan aturan yang diperlukan
sendiri. Hanya saja, di dalamnya masih digunakan pendekatan struktural dan
leksikal dalam pembelajaran.
d. Sugestopedia
Sugetopedia merupakan
metode yang didasarkan pada tiga asumsi. Pertama,
belajar itu melibatkan fungsi otak manusia, baik secara sadar ataupun
dibawah sadar. Kedua, pembelajar
mampu belajar lebih cepat dari metode-metode lain. Ketiga, Kegiatan belajar mengajar dapat terhambat oleh beberapa
faktor, yakni (1) norma-norma umum yang berlaku di tengah masyarakat, (2)
suasana yang terlalu kaku, kurang santai, dan (3) potensi pembelajar yang
kurang diberdayakan oleh guru. Metode ini dicetuskan oleh seorang psikiatri
Bulgaria yang bernama George Lozanov.
Metode Sugestopedia
mempunyai tujuan agar peserta didik
mampu bercakap-cakap tingkat tinggi. Dalam metode ini, butir-butir bahasa
Arab dan terjemahannya disajikan dalam bahasa Ibu dalam bentuk dialog. Tujuan
utama bukan sekedar penghafalan dan pemerolehan kebiasaan, tetapi tindakan
komunikasi. Karena kegiatan belajar meliputi peniruan, tanya jawab, dan bermain
peran, maka peserta didik diharapkan bisa metoleransi dan menerima perlakuan
seperti kanak-kanak (infantilization).
e. Community Language
Learning (Belajara Bahasa Berkelompok)
Metode yang dikatakan
merepresentasikan pendekatan Humanis ini diperkenalkan oleh C.A. Curren dan
rekan-rekannya (1976). Istilah
humanistis yang dimaksudkan adalah sebagai percampuran semua emosi atau
perasaan seseorang dalam kegiatan belajar mengajar. Teori ini didasarkan pada
asumsi bahwa apa yang dipelajari manusia itu bersifat afektif, disamping
kognitif. Jadi, peserta didik belajar bahasa adalah mengalami semua input atau
masukan dari luar secara menyeluruh
melalui perasaan, di samping pikiran.
Metode ini mempunyai
tujuan yaitu penguasaan bahasa sasaran oleh peserta didik yang mendekati penutur
aslinya. Mereka belajar dalam suatu komunitas atau berkelompok (teman belajar
dan gurunya), melalui interaksi dengan sesama anggota komunitas tersebut.
Pembelajaran dirancang sesuai dengan tahapan perkembangan manusia dalam
mempelajari bahasa, yakni (1) tahap tergantung sepenuhnya (bayi), (2) tahap
sedikit lepas dari ketergantungan, (3) tahap keberadaan dalam situasi yang
terpisah, (4) tahap dewasa, dan (5) tahap kebebasan. Peran guru di sini adalah
menciptakan situasi dalam 5 tahapan tersebut.
f. Total Physical Respon
Metode ini dicetuskan
oleh James J. Asher, seorang ahli psikologi dari Amerika. Metode ini berpijak
pada pembelajaran bahasa melalui aktivitas psikomotorik. Pelajaran disampaikan
pada tahap awal secara inplisit, sementara setelah pada tahap lanjutan diberkan
secara eksplisit. Dalam suasana belajar implisit, tidak dilakukan pembetulan
kesalahan dan penghafalan kaidah-kaidah, sedangkan pada pembelajaran secara
eksplisit merupakan kebalikannya.
Metode ‘respon
psikomotorik total’ bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan lisan pada
tahap awal pembelajaran. Jadi tujuan akhirnya adalah keterampilan berbicara
dasar. Pembelajaran dengan cara
menggabungkan kegiatan ber-bahasa dan gerakan
merupakan ciri dasar dalam pembelajaran bahasa Arab. Sehingga, proses
pembelajaran seperti proses pemerolehan bahasa pada anak: bahasa yang didengar
oleh anak banyak berisi perintah yang kemudian direspon dengan tindakan fisik.
Di sini, guru berperan aktif mengarahkan kegiatan pembelajaran; menentukan isi
kegiatan menjadi model, dan memilih bahan-bahan pelajaran pendukung.
g. Metode Mim-Mem (Mimicry-Memorization Method)
Istilah mim-mem bearasal dari singkatan mimicray
(meniru) dan memorizattion (menghapal), yaitu sebuah proses mengingat
sesuatu dengan menggunakan kekuatan memori. Metode yang juga sering disebut informant-drill
method dalam penggunaannya sering menekankan latihan-latihan baik dilakukan
oleh selain pengajar, juga oleh seorang informan penutur asli (native
informant).
Kegiatan belajar berupa demontrasi dan latihan (drill) gramatika
dan struktur kalimat, teknik pengucapan, dan penggunaan kosakata dengan
mengikuti atau menirukan guru dan informan penutur asli. Pada saat melakukan
drilling, native informant bertindak sebagai seorang drill master. Ia
mengucapkan beberapakalimat sampai akhirnya peserta didik menjadi hapal.
Gramatika diajarkan secara tidak langsung melalui model-model kalimat.
h. Metode Audiolingual (Sam’iyyah
Syafahiyyah)
Metode ini lebih populer
diterapkan karena sebab kepentingan perang. Dalam sejarah Perang Dunia II,
Amerika memerlukan personil tentara yang mahir berbahasa asing untuk
kepentingan ekspansinya. Oleh karena itu, metode ini dikenal juga dengan army method. Bahasa yang dipelajari
lebih dicurahkan pada perhatian dalam pelafalan kata, tubian (drills) berkali-kali secara intensif.
Mirip dengan metode sebelumnya, tubian (drill) inilah yang menjadi
tehnik dasar dalam pembelajaran. Hanya saja konsentrasi tujuan lebih pada
penguasaan keterampilan mendengar dan berbicara.
i. Pendekatan
Komunikatif (madkhal ittishaly)
Ada dua prinsip dasar
yang paling penting dalam pendekatan ini, yaitu (1) kebermaknaan (meaningfull) dalam setiap bentuk bahasa
yang dipelajari. Lalu yang ke(2), bahwa bentuk, ragam dan makna bahasa sangat terkait
dengan situasi dan konteks berbahasa. Pendekatan komunikatif tidak terikat pada
satu aliran linguistik atau disiplin ilmu tertentu saja, melainkan juga
memanfaatkan apa yang menjadi kelebihan dalam
aneka ragam aliran atau disiplin
ilmu lain. Hal ini sangat berbeda dengan metode Audiolingual yang hanya merujuk pada landasan dasar aliran
linguistik struktural dan paham behaviorisme.
Pendekatan ini bertujuan
agar peserta didik memiliki kompetensi komunikatif, yaitu kemampuan menggunakan
sistem bahasa secara efektif dan benar.
Kelancaran menggunakan bahasa yang acceptable
menjadi tujuan utama yang ingin di capai. Dalam pembelajaran bahasa Arab dengan
pendekatan komunikatif, penguasaan makna
(nosi/fikrah) sangat penting, sehingga isi pelajaran disajikan dalam
konteks. Sementara struktur bahasa diajarkan terintegrasi dalam pengejaran
keterampilan berbahasa Arabnya. Kemampuan yang diharapkan tidak hanya
keterampilan berbahasa, tetapi juga unsure-unsur kebahasaannya, seperti sharf
dan nahwu. Bahan pelajaran berupa dialog, pengalaman peserta didik, latihan
ungkapan, namun tubian tidak diberikan hanya bila dianggap perlu. Sedangkan
bahasa Ibu dan terjemahan bisa digunakan sekali-kali.
j. Metode eklektik (tariqah
al-intiqaiyyah)
Pendekatan
pembelajaran di atas memerlukan metode pembelajaran yang tepat. Plihan yang
tepat adalah metode eklektik, yaitu metode gabungan yang mengambil aspek-aspek
positifnya baik dari keterampilan maupun pengetahuan bahasa, sehingga mencapai
tujuaan dan hasil pembelajaran yang maksimal. Metode eklektif dimaksud mencakup
metode percakapan,membaca, latihan, dan tugas.
Sumber: Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran
Bahasa Arab (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2011)
------------
-------------------------
assalamualaikum akhy,,,,,terima kasih banyak
BalasHapusby akram
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar..