Makalah Nahwu Bab Nida' (النداء)

النداء


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Balaghah I
Dosen Pengampu: Mahfudz Siddiq, Lc,. MA.




 

  Disusun Oleh:
  

Muhammad Fadholi             (113211061)
Muhammad Khasbullah        (113211060)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2014



I.     PENDAHULUAN
Balaghah sebagai ilmu pengetahuan, yang didalamnya memuat tiga pembahasan yaitu ilmu ma’an, bayan dan badi’. Sebagaimana dalam perkuliahan balaghah ini difokuskan dalam ilmu ma’ani yang membahas tentang menyusun kalimat supaya menjadi indah dan dapat memposisikan atau dapat melihat situasi dan kondisi  kedudukan mukhotob, sehingga kalam tersebut memperoleh respon yang positif.
Dalam ilmu ma’ani terdapat insya yang menjelaskan tentang kalimat yang tidak menunjukan benar atau dusta, yang terbagi menjadi dua yaitu, insya’ tholaby dan insya’ goiru tholaby. Didalam kalimat insya tholabi memuat beberapa pembahasan diantaranya: amar, nahi, istifham, tamanni dan nida’.
Dalam kesempatan ini penulis akan memberikan gambaran mengenai salah satu pembahasan tentang kalam insa’ tholabi khususnya mengenai bab nida’. Sebagai pengantar tentunya makalah ini tidak akan berbicara panjang lebar mengenai pembahasanya, hanya yang sekikiranya cukup untuk memenuhi cakrawala pengetahuan tentang nida’, seperti huruf-hurf nida’ dan pembagian dalam penggunanya.

II.     RUMUSAN MASALAH

A. Bagaimana Pengertian nida’ dan sebutankan adawat nida’?
B. Ada berapa pembagian adawat nida’ dalam penggunaanya, jelaskan?
C. Apa sajakah nida’ yang keluar dari pengertian aslinya, jelaskan?

III.     PEMBAHASAN

      A.    Pengertian Nida’ dan Huruf-hurufnya

  Nida’ secara bahasa artinya panggilan, sedangkan secara terminologi dalam  ilmu balaghah ialah menurut Abdul Qodir Husain dalam kitabnya Fan Al-Balagoh.
النداء هو طلب المتكلم إقبال المخاطب بحرف من أحرف النداء. [1]
Nida’ ialah tuntutan mutakallim yang menghendaki orang yang diajak bicara menghadapnya dengan menggunakan salah satu huruf nida’.
Dan nida’ menurut Abdul Aziz Atiq dalam kitabnya Ilmu Ma’ani.
النداء هو طلب إقبال المدعو علي بأحد حروف مخصوصة ينوب كل حرف منها مناب الفعل "أدعو". وأحرف النداء أو أدواته ثمان : الهمزة, أي, يا, أيا, هيا, أ, أي, وا. [2]
Nida’ ialah tuntutan mutakalim terhadap orang yang dipanggil untuk menghadapnya  dengan menggunakan salah satu huruf tertentu yang menjadi ganti dari fi’il ad’u. dan huruf-huruf nida’ ada delapan yaitu:  
الهمزة, أي, يا, أيا, هيا, أ, أي, وا


       B.     Pembagian Adawat Nida’ dalam Penggunaanya
 
Adawat Nida’ dalam penggunaanya dibagi menjadi dua:[3]

1. Nida’ yang digunakan untuk memanggil munada yang dekat: أي ,الهمزة
a.  Hamzah, contoh: أ محمد  ( hai muhammad )
b.  Ay, contoh: أي ولدي لا تكسل ( hai anakku jangan kau malas )

2. Nida’ yang diguanakan untuk memanggil munada yang jauh: يا, أيا, هيا, أ, أي, وا
 
a. Yaa, contoh: يا غائبا عن عيونى ( hai orang yang tidak kelihatan olehku)
b.  Ayaa, contoh: أيا سعيد متي تعود ( wahai sa’id kapan kamu kembali )
c.   Hayaa, contoh: هيا سعيد متي تعود ( wahai sa’id kapan kamu kembali )
d.  Ai, contoh: آى علي هلم إلينا ( hai Ali  mari kesini)
e.  Aa, contoh: آعلي هلم إلينا ( hai Ali mari kesini)
f.  Waa, contoh: وا أمير المؤمنين  ( Wahai pemimpin orang-orang mu’min)


Terkadang munada yang jauh dianggap sebagai munada yang dekat, maupun sebaliknya yang dekat dianggap jauh, yakni:

a. Kadang-kadang munada yang jauh dianggap sebagai munada yang dekat, lalu dipanggil dengan huruf nida dengan huruf nida Hamzah dan ay. Hal ini merupakan isyarat atas dekatnya Munada dalam hati orang yang memanggilnya, seperti kata seorang penyair :
أسُكَّا نَ نَعْمَا نِ الآرَاكِ تَيَقَّنُوا # بِأَنَّكُمْ فِي رَبْعِ قَلْبِي سُكَّا نٌ
“Wahai penduduk Na’man al-Arak! Yakinlah bahwa sesungguhnya kalian berada dalam lubuk hatiku” [4]
Sekalipun penduduk Na’man al-Arak jauh, tetapi penyair menggunakan hamzah sebagai isyarat bahwa penduduk itu selalu dekat dihatinya.

b.Dan kadang-kadang munada yang dekat dianggap sebagai munada yang jauh, lalu dipanggil dengan huruf Nida selain hamzah dan ay. Hal ini sebagai isyarat atas ketinggian derajat Munada, atau kerendahan martabatnya, atau kelalaian atau kebekuan hatinya.

a) Yang dipanggil sangat tinggi derajatnya, seperti perkataan Abu Nawas :
يَا رَبٍّ إن عَظُمَتْ ذُنُوبِي كَثْرَةً # فلَقَدْ عَلِمْتُ بأنّ عَفْوَكَ أعْظَمُ
“Ya Tuhan ku ! sekalipun dosa-dosaku sangat besar, namun sungguh aku yaqin bahwa ampunanmu jauh lebih besar.
Sekalipun Allah dekat “Aqrobu min Habil Warid”, tetapi Abu Nawas menggunakan huruf Nida “ya’ yang biasanya dipergunakan untuk panggilan jauh. Hal ini dikarenakan Allah sangat tinggi jauh melebihi derajatnya. Jauh perbedaan dalam derajat dan kedudukan seakan-akan jauh dalam tempat.

b) Yang dipanggil dianggap sangat rendah kedudukannya, seperti dalam firman Allah  menghikayatkan kata ejekan Firaun terhadap Nabi Musa.
إِنَّي لَأَظُنُّكَ يَا مُوْسَى مَسْحُوْرًا [5]
“Sungguh aku mengira engkau orang terkena sihir hai Musa !”
Sekalipun Nabi Musa dekat dihadapannya tetapi Fira’un menggunakan “ya” padahal biasanya untuk panggilan jauh. Hal ini dikarenakan ia beranggapan bahwa Nabi Musa sangat rendah derajatnya. Jauh berbeda dengannya. Perbedaan kedudukan sangat jauh, disamakan jauh jarak tempat.

c) Yang dipanggil dianggap lalai atau lupa, seperti kata penyair yang ditujukan kepada pengumpul harta yang tidak ada batasnya.
أَيَاجَامِعَ الدُّنْيَا لِغَيْرِ بَلَاغَة # لِمَنْ تَجْمَعُ الدُنْيَا وَأنْتَ تَمُوْتُ
“Wahai pengumpul harta yang tidak ada batas ? untuk apakah kau kumpulkan semua itu sedangkan engkau akan mati ?

Sekalipun dekat tapi dipanggilnya dengan ayya dikarenakan orang lalai dan lupa itu menurutnya tidak ada pada satu tempat dengan kedudukannya. [6]


       C.    Nida’ yang Keluar dari Pengertian Aslinya

Diatas sudah diterangkan bahwa Nida itu memanggil untuk menghadap tetapi kadang-kadang mempunyai pengertian lain diantaranya :

a. Al-Jazru (melarang), seperti :
يَا قَلْبُ وَيْحَكَ مَا سَمِعْتَ لِنَا صِحٍ # لَمَّاارْتَمَيْتَ وَلَااتَّقَيْتَ مَلَاحًا
“Wahai hati ! aneh, engkau tidak mau mendengarkan orang yang menasehatimu, dan belum pula engkau membersihkan dan menjaga cercaan orang.”

b. Attahassuru Wattawajjuu ( merasa menyesal dan sakit), seperti :
اَياقَبْرَمَعْنٍ كَيْفَ وَارَيْتَ جُودَهُ # وَقَدْكَانَ مِنْهُ البَرُّوَالبَحْرُمُتْرَعَا
“Wahai kuburan Maan ! bagaiman engkau bisa menutupi kedermawanannya sedangkan daratan dan lautan penuh dengan kebaikannya.”

c. Al-Igroo (mendorong, memberi semangat,) seperti yang ditujukan kepada orang yang sedang teraniaya :
يامَظْلُوْم , تَكَلَّمْ !
“Wahai orang yang teraniaya ! bicaralah”[7]

d. Istogosah (mohon pertolongan) seperti ungkapan:
يا أولى القوة للضعفاء
Wahai yang memiliki kekuatan terhadap orang-orang yang lemah

e.  Ta’ajub (kekaguman) seperti:
يا لجمال الربيع !
Alangkah indahnya musim semi”

f.  An-nudbah (ratapan atau mengaduh) seperti:
و اكبدي
Duhai hatiku ini

g.  Al-ikhtishos (mengkhususkan) seperti:
بعلمكم أيها الشباب يعتز الوطن و ينهض
“Hanya dengan ilmu kalianlah wahai para pemuda, Negara itu akan terhormat dan bangkit”[8]


IV.     PENUTUP

Dapat diambil kesimpulan bahwa nida’ ialah tuntutan mutakalim terhadap orang yang dipanggil untuk menghadapnya dengan menggunakan salah satu huruf tertentu yang menjadi ganti dari fi’il ad’u. dan huruf-huruf nida’ ada delapan yaitu: الهمزة, أي, يا, أيا, هيا, أ, أي, وا. Untuk penggunaanya, hamzah dan ay digunakan untuk memanggil munada’ yang dekat dan lainya digunakan memanggil munada’ yang jauh, dan terkadang nida’ keluar dari pengertian aslinya seperti digunakan untuk: Al-Jazru (melarang), Attahassuru Wattawajjuu ( merasa menyesal dan sakit), Al-Igroo (mendorong, memberi semangat), Istogosah (mohon pertolongan),  Ta’ajub (kekaguman), An-nudbah (ratapan atau mengaduh), Al-ikhtishos (mengkhususkan).

Demikianlah makalah yang kami buat, Kami sadar banyak kekurangan dari kami, baik dalam hal penyampaian makalah maupun penyajiannya atau dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami meminta maaf dan keritik saran dari teman-teman dan sekiranya dapat dimaklumi dikarenakan kapasitas kemampuan kami yang sangat terbatas pada kajian materi ini. Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah sendiri. Aamiin!



DAFTAR PUSTAKA

الجارم, علي, مصطفي أمين, البلاغة الواضحة, جاكرتا: روفة فريس, 2007
حسين, عبد القادر, فن البلاغة,(بيروت: عالم الكتب, 1984
عتيق, عبد العزيز, علم المعاني, بيروت: دار النعضة العربية, 1985
قلاش, أحمد, تيسر البلاغة, جدة: الطباعة الثانية مزيدة و منقحة, 1995




[1] عبد القادر حسين, فن البلاغة, (بيروت: عالم الكتب, 1984), ص. 151
 [2] عبد العزيز عتيق, علم المعاني, (بيروت: دار النعضة العربية, 1985), ص. 115
[3]  أحمد قلاش, تيسر البلاغة, (جدة: الطباعة الثانية مزيدة و منقحة, 1995), ص. 42
[4]  عبد العزيز عتيق, علم المعاني, (بيروت: دار النعضة العربية, 1985), ص. 811
 سورة الإسراء, الاية. 101 [5]
[6] علي الجارم, مصطفي أمين, البلاغة الواضحة, (جاكرتا: روفة فريس, 2007), ص. 224
[7] علي الجارم, مصطفي أمين, البلاغة الواضحة, (جاكرتا: روفة فريس, 2007), ص. 223
[8]  عبد العزيز عتيق, علم المعاني, (بيروت: دار النعضة العربية, 1985), ص. 118

1 تعليقات

Silahkan tinggalkan komentar..

إرسال تعليق

Silahkan tinggalkan komentar..

أحدث أقدم